Sabtu, 20 Februari 2010

Hujan mengingatkanku padaMU

Bandung basah. Itulah kondisi kota di manaku menuntut ilmu akhir-akhir ini. Bahkan akibat perilaku masyarakatnya yang sering membuang sampah sembarangan, daerah resapan air yang sudah berganti menjadi aspal dan gedung, drainase yang kurang baik, dan faktor 'x' lainnya, membuat beberapa titik di kota kembang ini menjadi banjir.

Hari itu aku dengan mobil x-over hitamku pulang dari kampus menuju rumah. Perjalanan yang biasanya memakan waktu sekitar 45menit, kali itu aku tempuh selama dua jam akibat macet karena banjir ditambah pohon-pohon tumbang akibat angin kencang dan banyaknya lampu lalu lintas yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam perhentian menunggu mobil di depanku melaju, kulihat dengan jelas kilat di langit yang mendung. "Subhanallah", spontan aku terkejut,apalagi selang beberapa saat setelah aku mengucapkan "Maha Suci Allah" terdengar petir yang menggelegar memecah kesibukan lalu lintas saat itu. Suara musik di tape mobilku sudah tak kudengar, yang kudengar hanyalah suara hatiku yang mengatakan betapa kecilnya diri yang berlumur dosa ini. Baru melihat dan mendengar petir saja sudah hinggap rasa takut dalam diri yang lemah ini.

Hujan mulai turun semakin deras, wiper jendela mobil aku stel ke kecepatan yang lebih tinggi agar aku bisa melihat jalan, lampu mobilku pun mulai kunyalakan walaupun jam di tanganku masih menunjukkan pukul 16.00. Sendiri aku di dalam mobil hanya ditemani sayup-sayup musik di tape, ramai kendaraan di luar mobilku tak dapat kulihat dengan jelas karena gelap mulai memakan hari. Namun, di tengah gelap itu aku fokus pada satu,melihat anak-anak jalanan yang kedinginan. Hatiku terenyuh. Mataku mulai awas dan kufokuskan untuk melihat di sekitarku sambil menunggu mobil di depanku melaju. Sekarang kuperhatikan mobil di kanan-kiriku, pengendaranya begitu terlihat tenang dan nyaman tanpa kehujanan(begitu pun aku). Mataku kemudian beranjak kepada pengendara-pengendara sepeda motor, mereka tetap basah walaupun sudah memakai jas hujan. Kemudian aku melihat tukang becak yang basah kuyup, "ya Allah di tengah hujan begini mereka masih kuat menarik becak demi mencari sesuap nasi..". Terakhir aku lihat lagi anak-anak jalanan itu, sungguh malang. Hanya itu yang bisa kukatakan. Aku merasa malu pada diriku sendiri, aku kurang bersyukur selama ini. Sampai di rumah, setelah dua jam perjalanan, aku pun masih memikirkan fenomena yang kulihat tadi. Pulang ke rumah aku mandi air hangat, minum teh hangat, makan makanan bergizi, tidur dengan kasur dan bantal yang nyaman. Tapi anak jalanan itu, pengemis itu, orang-orang di luar sana mungkin sedang berteduh dan kedinginan.

Hujan adalah rahmat namun dengan hujan pun bisa menjadi peringatan bagi semua yang lalai. Yang lalai untuk membersihkan sampah, yang lalai untuk mencintai lingkungan agar tidak timbul bencana, yang lalai dari bersyukur, yang lalai dari mengingat Tuhannya.

"Ya Allah peliharalalah ingatanku padaMu.Amin"

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Cerita yang sangat mengingatkan kita (khususna abdi :-)).

Hujan adalah rahmat, di sisi lain bisa menjadi suatu 'peringatan' dari Yang Kuasa.

Ini menambah bukti bahwa hampir (dan mungkin)semua hal memiliki dua sisi, positif dan negatif, lebih dan kurang, dsb. Untuk melihatnya perlu mengambil hikmah dari perenungan atas peristiwa/hal tsb. :-)

Posting Komentar